Senin, 23 April 2012

Cerpen : Bukan Sepintas

Aku Cintya. Aku merasa berdosa dengan apa yang terjadi diantara kami bertiga. Entahlah apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki hati yang terlukai karena kecerobohanku. Satria Pamungkas adalah kekasihku yang sudah hampir 3 tahun ini menemani aku dalam suka maupun duka, menjagaku, juga membimbingku untuk lebih baik. Suatu pertemuan mengubah semuanya, membawa Christian kembali pada kehidupanku melebihi persahabatan yang kami jalani selama 5 tahun belakangan ini sejak kami putuskan berpisah dalam sebuah hubungan kasih sewaktu duduk dibangku SMA dahulu. Dalam hidup Satria aku merasa terlindungi,  merasa nyaman, dan benar-benar teduh, namun sifatnya yang mencerminkan sosok pelindung itu membuatku merasa kosong, kurang tertantang dan tergantung dengan kerisihan. Lain hal dengan Chris, dia seorang lelaki yang kekanakan, palyboy dengan sejuta alasan, dan ceroboh juga bodoh dengan dirinya sendiri. Dia membuatku iba, mungkin karena umurnya yang lebih tua 3 tahun dari Satria namun tingkahnya jauh melebihi seorang Satria.
          Chris memang terlihat berwibawa saat pertama bertemu, siapapun akan berkata dan tidak menyangkal itu, namun berbalik dengan sikap yang melatar belakanginya. Banyak wanita sudah dia sia-siakan demi kepuasannya memiliki seseorang yang berbeda. Aku bersahabat dengannya lumayan lama, dia mempercayai segalanya kepadaku mengenai kisah-kisahnya yang menurutku itu melebihi dari norma pacaran yang sehat. Chris sudah hampir 4 tahui\n tidak bertemu denganku sejak orangtuanya mengajaknya pindah keluar Bali dan meninggalkanku dengan sejuta kesedihan yang telah dia ukirkan dengan cuma-cuma namun itu lantas tidak membuatku membencinya dan lebih menerimanya sebagai sahabatku. Saat pagi disuatu hari aku mencoba mengunjungi sebuah pantai didaerah Nusadua untuk menghilangkan jenuhku. Terpapar jelas oleh mataku yang telanjang, seorang yang mengejarku sambil meneriakkan namaku, "cintaaaaaaaaaaa... cintaaaaa!!" begitu dia memanggilku. Aku masih terpaku kaku siapa dia dan memanggilku cinta? sebab hanya Chris yang selalu menyapaku dengan sebutan "cinta". Dia langsung meraihku dan memelukku, membuatku semakin takut, dan dengan senyum manisnya dia berkata lekat ditelingaku dengan bisik lembutnya "Chris rindu sama cinta!". Sejak saat itu kami memulai semuanya dengan rahasia dibelakang Satria. Dia membawaku kembali dalam dunia kanak-kanak dengan banyak lelucon dan keisengan yang terukir setelah sekian lama aku haus akan sebuah perasaan kanak-kanak dari semua kedewasaan yang menodong umurku. Chris menelponku, chatting, sms, bbm, semua tanpa sepengetahuan Satria. Kalinya Satria menemuiku sesegera aku menghubungi Chris untuk tidak menghubungiku, dan Chris mengikuti mauku sebab ia menyadari posisinya. Setiap bertemu air matanya selalu tidak tertahan menangisi segala kelakuannya yang binal dan menyakitkan saat telah berpisah denganku. Ingin sekali aku menjadi sandarannya, menemaninya dan menyemangatinya setelah penyesalan yang benar-benar menyiksanya. Setiap kali kami bertemu dan berjalan-jalan jauh dari daerah Denpasar agar tidak diketahui oleh Satria yang selalu memberikanku kepercayaannya, Chris membawa tas yang selalu berisi obat-obatan. Curiga tak lepas dari pada diriku, "apa itu? obat apa itu? sakit apa Chris?" semua pertanyaan itu seringkali aku tanyakan pada Chris namun dia tidak pernah menjawabnya selain tersenyum dan membawaku dalam pelukannya. Chris sudah 3 kali pingsan saat sedang bersamaku selama 2 bulan kami menjalani kembali ikatan yang tidak memiliki status itu.
                Sampai kali ketiga aku tak tahan lagi ingin tahu apa yang dialami oleh Chris sehingga sering kali dia meminum obat yang tidak hanya sebutir dua butir, dan pingsan sebagai sosok lelaki yang bertubuh lumayan tegap dan berisi. Sambil berlutut aku memohon diri kepada dokter yang memeriksa Chris, karena aku bukan keluarganya berat rasa doketr mengatakan hal yang dialami oleh Chris. Begitu iba dokter melihat wajah yang papa ini, dan seketika membuatku kaget dengan kabar bari bibir merah ibu dokter bahwa Chris mengidap penyakit kanker otak stadium 4 yang dimana sudah tidak bisa lagi atau susah mendapatkan pertolongan. sehentak aku tak mampu menahan tangisku, meledak dan membuat seisi ruangan itu berdiam. Satria lebih curiga melihatku yang selalu menghindar dan banyak alasan menemuinya karena Chris yang tak berdaya dalam balutan selang infus yang tak pernah lepas dari tubuhnya, suntikan dan demi suntikan yang menggerogoti tubuhnya hingga setelah 2 minggu nyaris habis isinya. Entah dari mana Satria mengetahui itu semua. satria menemuiku dan berkata kepadaku "temanilah dia, jika memang itu mampu membuatnya bahagia. Aku tak mengapa, asalkan setelah kamu merasa tugasmu berakhir kembalilah kehidupku" dan pergi meninggalkanku. Melihatnya berlalu membelakangiku membuatku merasa berdosa menyakiti hati yang tulus, percaya, dan menyayangi juga melindungiku itu. Aku menerima sebuah telpon dari adik Chris yang memintaku menemui Chris. Setibaku saat itu disamping Chris yang juga sudah ada kedua orangtua dan adiknya, Chris berkata padaku "terimakasih sudah menemani dan menjadi cerita diakhir perjalananku. Maaf aku meminta izin bersamamu dari Satria. Aku tak mau kamu jadi pembohong karena aku. Cinta, Satrialah yang tepat untuk kamu. Maaf aku belum bisa melindungi kamu dari dulu. Huuuuft.... lega yaa... Pa, Ma, Dek, Cinta... peluk aku dong?" segera mungkin saat itu kami memeluk Chris sambil menangis, dan ternyata itu adalah permintaan terakhirnya. Kami kehilangan Chris yang ceria. 
                 Saat pemakaman, Satria menemani dan meneduhkanku. Betapa mulia hati Satria, dendam tiada tersimpan dalam benaknya, bahkan air mata kehilangan juga menetes dari pada wajahnya yang bijaksana. Kini, aku akan selalu menjadi sosok yang jujur, sebab selingkuhpun yang sepintas dengan seorang Chris bukanlah hal yang sepintas. Ini untuk selamanya, selamanya Chris... Selamat jalan. Doakan aku dan Satria untuk selalu bersama.













by : MoFeRa