Jumat, 14 Maret 2014

Penyakit

Aku paling muak berada dititik ini,
Titik kerinduan yang sesungguhnya tidak akan pernah terbalaskan.
Penyakit memang...
Terlalu rapuh untuk bertahan, tetapi terlalu sakit untuk melepaskan.
Aku paling benci berada dalam kesakitan yang tidak bisa aku musnahkan.
Aku benci harus menangis dalam rindu...
Apa sebenarnya yang aku cari? Apa sebenarnya yang aku mau?
Kenapa aku masih saja mencarimu... dan kenapa kau masih saja berbicara tentang malaikat yang sesungguhnya tidak pernah ada...
Kenapa kau masih bercengkrama dengan mereka dalam imajinasimu....
Bukankah mereka takkan tercipta untuk kita?
Coba sekali saja jangan angkuhmu kau menangkan....
Coba sekali saja jangan munafikmu yang kau kokohkan....
Cobalah sekali saja... mengerti kenapa aku ingin bersama tetapi aku memilih pergi.
Cobalah sekali saja... tanyakan pada dirimu tentang kemana perginya cinta yang pernah terikat.
Tentang janji yang terucap.
Tentang luka yang tertahan.
Tentang benci yang menusuk.
Tentang perihnya cinta yang memutuskan untuk pergi.
Bagaimana caraku memulai untuk bercerita?
Sedangkan kau masih susah membuka telingamu.
Lalu... bagaimana caramu memahami kepergianku?
Sedang nuranimu kerap kau tutup kuat dari pedulimu padaku.
Kini apakah untukmu aku yang salah....
Kini apakah untukmu aku yang jahat?
Sudahlah lupakan saja...
Semua sudah terjawab saat kamu menyuruhku untuk mendengarkan lagu itu....
Seventeen - Jalan Terbaik.

Minggu, 02 Maret 2014

Cinta (?) Tapi Beda ...

Hari ini... pertama kali aku tersenyum sendiri dalam perjalanan ke kantor karena membayangkan tingkah dia yang sesungguhnya tidak pernah aku sukai.
Entah... membayangkan hal itu bahagia.
Dari caranya ketawa sambil mengangkat bahu, muter-muter dan dua matanya jadi hilang...
Suaranya yang manja padahal postur tubuhnya 175cm kemungkinan.
Gayanya yang cepat tersinggung dan buat suasana jadi kikuk.
Gaya ceritanya yang lebih buruk dari anak SMP.
Itu semua hampir menjadi hal yang tidak aku sukai dan selalu aku hindari.
Namun...
Ketika aku menemukan kedua mata itu memandangku penuh waspada dan cinta dari jarak yang lumayan jauh... hatiku jadi tentram.
Saat raganya menghampiriku sekedar menyentuh tanganku saja, hatiku berbunga.
Entah... sejak kapan hatiku bertanah.. dan di taburinya bibit bunga-bunga itu.
Terlalu takut untuk aku petik dan aku tunjukkan padanya... sehingga aku terlalu terlihat angkuh dan biasa saja. Padahal hati... bahagia tau dia ada di dekatku.
Dia lebih muda dariku...
Itu alasan yang sempat membuatku takut untuk jatuh cinta kepadanya.
Sampai akhirnya... kami ada di usia hubungan yang lumayan, hampir 8 bulan.
Aku mulai sering menemukannya dalam pikiranku...
Kira-kira berapa lama lagi dia bisa bertahan dengan perhatian dan kasihnya kepadaku yang justru kerap acuh dan tak acuh padanya.
Logikaku bercengkrama dengan hatiku beberapa waktu lalu... "buat apa percayakan hati pada dia yang usia lebih muda... toh dia belum mengerti tentang cinta... dia belum paham soal jalinan dan terikat... dia belum paham tentang kehidupan..."
Cinta bukan dia yang selalu mengabari setiap saat...
Perhatian dan pengertian bukanlah dia yang on time nemenin setiap waktu.
Kasih bukanlah dia yang ego dengan pendapatnya dan memaksa pasangannya untuk menuruti kehendaknya.
Selebihnya... itu yang aku liat dari gaya pacaran anak muda jaman sekarang.
Pacaran ababil lah istilahnya.
Mungkin... bagi beberapa orang.. jalanku salah. "Sudah usia kepala dua.. uda kerja.. bukannya cari pasangan mapan yang dewasa... malah nyarinya daun muda. Belum tentu juga si daun muda setia selamanya. Kalau dia uda bosen liat pasangannya yang tambah tua juga pasti di tinggalin duluan".
Namun... aku juga bertemu dengan orang-orang ini. Mereka berusaha bijaksana walau mungkin mereka punya pikiran yang mengarah ke pembicaraanku tadi. "Toh udah jodoh... mau kata apa. Kita kan mana pernah tau ya jalannya Tuhan. Yoo d lakoni aja. Toh bukan usia lagi, tapi dimana bisa saling melengkapinya. Kalau dia'nya bisa menerima kita, loh kenapa kitanya gak bisa balik menerima dia... disyukuri saja".
Yah... kadang melihatnya yang masih duduk manis dengan tas ku di sampingnya dan botol minum ditangannya membuatku tak bisa menyangkal... aku bahagia.
Dia masih menungguku, menantiku, dan dengan sabar mengharapkan ku untuk segera kembali.
Jika usia kami tidak terpaut 4 tahun. Aku pasti lebih sangat bersyukur memiliki dia.
Lebih bersyukur dari saat ini ....
Semuanya ini rencana Tuhan... kami saja yang dulunya hanya berteman dengan sapaan Kak Ika dan Dd Agung bisa saling menyapa SAYANG...
Dulunya.. kami yang hanya saling meninggalkan... jadi saling menungu.
Dulunya.. dia yang tidak peduli nasehatku sekarang.. jadi lebih manis dan membuatku lebih sungkan untuk menasehati dia.
Kadang aku menemukannya bisa berusia lebih tua dari pada aku.
Caranya memperlakukan aku...
Caranya memperhatikan aku...
Caranya menggenggamku...
Caranya menyayangi aku...
Caranya membelai rambutku...
Caranya mencium keningku...
Cara - cara itu... seperti mimpi yang sempat aku fikir tidak akan pernah aku dapatkan.
Terimakasih... untuk caramu menyayangiku.