Aku pernah meyakini satu hal, bahwa pilihanku adalah yang
terbaik.
Dan sampai saat ini, orang yang malam tadi memegang tanganku, mencium
keningku, merangkul tubuhku masih menjadi kekasih yang terbaik.
Yang pergi telah pulang, dan bukan penantian lagi yang
menjadi rasa dalam benak kali ini. Antusias, menjadi gerbang dari perasaanku
malam ini. Antusias dalam menjalani hariku bersamanya, antusias dalam mencintai
dia, antusias dalam segala kegiatanku bersamanya, dan antusias saat berdua
dengannya.
Banyak ekspresi yang ingin aku keluarkan, namun hanya satu
kata yang bisa menggambarkan... “BAHAGIA”
Aku bahkan lupa rasanya sakit hati ketika aku melihat wajahnya,
aku bahkan lupa jengkelku kepadanya ketika melihat tubuhnya mendekat.
Hanya ada
harapan dibalik ramah yang aku tunjukkan padanya beberapa waktu sebelum dia
mencium keningku, yakni “kekasihku mencintai aku lagi”.
Lalu, setelah aku muak dengan diriku yang mulai merengek dan
hampir meneteskan air mata sewaktu aku tidak bisa mengontrol diriku dari emosi,
hanya ada penyesalan yang tertinggal. Aku telah meinggalkannya, bukankah
harusnya aku tetap bersamanya dan menunjukkannya jalan pulang menuju hatiku?
Aku menyesal....
Namun, ini lah suratan. Dia mengejarku. Disisi jalan dengan
motor beat putih merahku aku menjawab telponnya yang bertanya aku dimana, dan
selang beberapa detik mobil ayla hitam mendekatiku, dia datang dan menemui aku.
Amarahku sudah mereda, sebab... aku sudah terlalu gegabah
dengan meninggalkannya tanpa membuatnya menemui arah menuju hatiku.
Sambil melihat matanya yang tajam, aku berbicara padanya
tentang hati. Aku tidak bisa menangis, aku tak mampu keluarkan pedihku. Aku
takut lemah.
Namun, inilah perempuan.. tak ada adegan tanpa airmata.
Aku mulai meledak sedih saat mengungkapkan kepedihanku “saat
ini, aku tidak punya apa-apa lagi, tidak ada pekerjaan, tidak ada semangat,
tidak ada kepercayaan, aku cuma punya kamu. Karena kamulah yang slalu kasi aku
semangat. Aku Cuma punya kamu”, hatiku benar-benar sakit waktu menyadari betapa
jauhnya kekasih yang menjaga cintaku selama setahun tujuh bulan ini.
Aku telah
menghancurkan hatinya dengan tidak merawat cintanya dengan kasih, aku teledor
menjaga hatinya dengan kerap tegas dalam bersikap. Tegasku dulu palsu, aku
selalu ingin menjadi sosok kuat yang sesungguhnya akulah yang lemah. Aku hanya
seorang yang munafik.
Menyadari airmata mulai membasahi wajahku, aku mencoba menghapus
sisa airmata diwajahku, mulai menarik nafas panjang, dan kemudian tersenyum.
Karena aku sadar, senyumku bisa menyembuhkan sedihku, senyumku bisa membuatku
lebih baik, dan senyumku bisa membuatnya tahu bahwa aku tidak pernah
membencinya. Cukuplah gegabah menguasai emosiku, aku tidak ingin menyesal lagi dan menangis pada akhirnya.
Kini, kekasihku kembali. Aku tahu, manusia selalu mempunyai
titik jenuhnya dalam setiap hubungan, pekerjaan, rutinitas, dan lain-lain.
Tetapi, manusia yang berakal budi tahu dimana dan bagaimana caranya meluapkan
jenuhnya.
Aku kenal kekasihku, aku tahu siapa kekasihku, karena itu aku
selalu yakin... dia tidak akan pergi lama dan jauh dari hatiku. Kini, aku
sedang menuntunnya sampai pada hati yang menjadi rumah dari cintanya. Semoga,
selanjutnya ia akan selalu betah disini.
Teddy... dia pulang.
Kita bisa menikmati malam bertiga lagi kini. Semoga kita akan selalu merasa
bahagia dan bersyukur bahwa Tuhan selalu melimpahi kita dengan kasih dan
rahmatNya.